PEMERINTAH telah waktunya menertibkan pabrik baja berteknologi tungku induksi (induction furnace) yang semakin menjamur. Tehnologi simpel ini memiliki biaya murah, tetapi tidak dapat membuahkan baja beton yang betul-betul penuhi Standard Nasional Indonesia (SNI). Proses produksi melalui tungku induksi pun tidak ramah lingkungan.
Baja tungku induksi bisa jadi dipakai juga oleh beberapa perusahaan konstruksi untuk kerjakan project pemerintah. Peredaran produk ini mengakibatkan kerusakan pertarungan industri baja sebab harga nya murah. Warga menyebutkan produk itu jadi besi banci atau non-SNI. Produk ini sangat beresiko bila dipakai untuk project infrastruktur. Wajar diduga, pemicu deretan kejadian project infrastruktur terkait dengan kualitas baja yang digunakan.
Kejadian project infrastruktur terjadi delapan kali semenjak September 2017. Sejumlah besar kejadian ini adalah kegagalan konstruksi. Walau pemicu sebenarnya belum pernah diutarakan, pemakaian baja tungku induksi disangka mempunyai terlibat. Seharusnya pengusutan beberapa kejadian itu dikerjakan dengan selesai serta hasilnya dipublikasikan ke publik.
Pabrik baja tungku induksi sebenarnya masuk kelompok industri rumah tangga. Cost investasinya relatif kecil. Tehnologinya juga simpel. Lazimnya, tehnologi tanur induksi digunakan untuk pengecoran, bukan untuk membikin besi beton. Kualitas besi beton yang dibuat sangat rendah sebab tidak melalui step pemurnian serta homogenisasi seperti peleburan baja blast furnace serta electric arc furnace, yang dipakai perusahaan besar seperti PT Krakatau Steel.
Baca : besi behel
Tidak cuma mengacaukan pertarungan industri baja, pabrik baja tungku induksi mencemari lingkungan. Beberapa riset mengaitkan, tehnologi ini mengakibatkan polusi yang dapat menyebabkan jelek pada masyarakat di seputar pabrik. Cina, jadi negara asal pabrik-pabrik itu, telah semenjak 2010 melarang tehnologi tungku induksi untuk besi beton. Mengakibatkan, 2.000 pabrik sangat terpaksa tutup serta direlokasi ke beberapa negara lain, termasuk juga Indonesia. Beberapa ratus pabrik tungku induksi sampai sekarang masih bekerja di beberapa wilayah di negara kita.
Pertarungan industri baja semakin kurang sehat sebab terdapatnya kelonggaran import baja. Celakanya, banyak importir menyiasati biaya bea masuk hingga sukses "mengirit" keharusan menyetor pada negara triliunan rupiah. Mereka menghindarkan pembayaran most favourable nations, biaya bea masuk yang dipakai atas barang import dari negara yang tidak mempunyai kesepakatan spesial dengan Indonesia, serta peralihan pos biaya baja karbon jadi baja gabungan. Janganlah bingung bila importir dapat jual baja tambah murah.
Longgarnya kebijaksanaan import baja itu butuh dilihat kembali sebab mengakibatkan industri baja nasional tertekan. Ironi juga ada: saat negara tengah giat membuat project infrastruktur, banyak produsen baja dalam negeri malah pailit. PT Krakatau Steel, produsen baja punya negara, juga kembang-kempis terserang imbas pertarungan tidak sehat itu.
Pemerintah harus selekasnya juga menertibkan pabrik baja tungku induksi serta mempererat aplikasi SNI untuk produk baja. Semestinya pabrik berteknologi tanur induksi dilarang membuat besi beton serta ditempatkan membuat produk lain. Tanpa ada kebijaksanaan yang pasti serta pas di bagian industri serta perdagangan, industri baja dalam negeri akan susah berkembang.
0コメント